RUSIA KECAM SERANGAN RUDAL AS KE SURIAH
- Gyan Eka Agustiana
- Apr 14, 2017
- 2 min read

Pada hari Selasa, 4 April 2017,militer Amerika melancarkan serangan rudal ke Suriah sebagai respons atas dugaan serangan senjata kimia ke sebuah kota yang dikuasain oleh kubu pemberontak. Seorang pejabat Departemen Pertahanan AS mengatakan,bahwa sebanyak 59 rudal jelajah Tomahawk ditembakan dari dua kapal perusak di perairan Laut Mediterania menuju pangkalan udara di Suriah.
Tujuan serangan itu adalah "untuk menggentarkan rezim (Suriah) sehingga tidak menggunakan senjata kimia lagi."
Dalam pidato yang ditayangkan di televisi, Presiden AS Donald Trump mengklaim pangkalan udara tersebut merupakan tempat serangan senjata kimia berasal. Pada saat melaksanakan pidato/konferensi pers di kediamannya,Trump juga menjuluki Presiden Suriah yaitu Bashar Al Assad sebagai seorang diktator karena dia dengan tega melakukan serangan menggunakkan senjata kimia terhadap para pemberontak tetapi banyak memakan korban jiwa warga sipil yang tidak berdosa. "Malam ini saya menyeru semua negara beradan untuk bergabung dengan kami dalam mengakhiri pembantaian dan pertumpahan darah di Suriah sekaligus mengakhiri segala macam dan segala bentuk terorisme," ucap Trump dari kediamannya di Florida.
Departemen Pertahanan AS mengatakan Rusia, yang menyokong militer Suriah, telah diberitahu sebelum serangan rudal ke Suriah digelar.
Bagaimanapun, Rusia tidak menyetujui serangan tersebut dan mengecamnya. Menurut juru bicara Gedung Putih, target serangan dipilih berdasarkan riset yang telah dilakukan.
"Kami punya keyakinan kuat bahwa serangan senjata kimia yang dilakoni awal pekan ini diluncurkan dari lokasi tersebut di bawah komando rezim Assad," ujarnya.
Keterangan Departemen Pertahanan AS menyebutkan serangan dimulai pukul 04.40 waktu Suriah. Total sebanyak 59 rudal Tomahawk diluncurkan dari kapal USS Porter dan USS Ross dengan target pesawat, hanggar, area penyimpanan, ruang pasokan amunisi di bawah tanah, sistem pertahanan udara, serta radar di Pangkalan Udara Shayrat, Provinsi Homs. Menurut kelompok pemantau yang berkantor di Inggris Syrian Observatory for Human Rights, 20 anak-anak dan 52 orang dewasa meninggal dunia dalam serangan yang diduga melibatkan gas beracun di Khan Sheikhoun, Provinsi Idlib, pada Selasa (04/04). Berdasarkan pemeriksaan terhadap korban yang dirawat di dalam wilayah Turki, Menteri Kehakiman Bekir Bozdag mengatakan hasil autopsi mengukuhkan bahwa senjata kimia memang digunakan dalam serangan itu.
Pemerintah Suriah dan Rusia, sebagai sekutu yang membantu militer Suriah melawan kelompok-kelompok pemberontak, menegaskan gas beracun mematikan keluar ketika serangan udara mengenai gudang yang digunakan oleh kelompok pemberontak untuk membuat dan sekaligus menyimpan senjata kimia.
Diatas merupakan gambar salah satu rudal jelajah Tomahawk yang ditembakan dari USS PORTER.
Berdasarkan pemeriksaan terhadap korban yang dirawat di dalam wilayah Turki, Menteri Kehakiman Bekir Bozdag mengatakan hasil autopsi mengukuhkan bahwa senjata kimia memang digunakan dalam serangan itu.
Pemerintah Suriah dan Rusia, sebagai sekutu yang membantu militer Suriah melawan kelompok-kelompok pemberontak, menegaskan gas beracun mematikan keluar ketika serangan udara mengenai gudang yang digunakan oleh kelompok pemberontak untuk membuat dan sekaligus menyimpan senjata kimia.
Perubahan Kebijakan
Namun, dugaan serangan senjata kimia di Khan Sheikhoun mengubah posisi AS. Trump memperingatkan "sesuatu harus terjadi" atas kepempinan Suriah menyusul insiden di Khan Shiekhoun, tapi dia tidak menjabarkan secara rinci.
Yang paling gamblang, Menteri Luar Negeri AS, Rex Tillerson, menyebutkan bahwa Al Assad seharusnya tidak punya peranan di Suriah pada masa mendatang.
Sumber: BBC
Comentários